Monday 20 December 2010

PERNYATAAN Panitia Peringatan 45 Tahun Tragedi Nasional 1965

Press Release
Untuk disiarkan


PERINGATAN 45 TAHUN TRAGEDI NASIONAL 1965
Diemen, Nederland, 02-03 Oktober 2010


Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
Jakarta


PERNYATAAN

Setelah terjadi peristiwa Gerakan Tigapuluh September (G30S) 1965, di banyak daerah di Indonesia terjadi pembunuhan massal atas jutaan manusia, penahanan ribuan orang selama bertahun-tahun di pulau Buru, Nusakambangan dan di berbagai rumah tahanan, penganiayaan dan lain-lainnya yang dilakukan oleh rejim Orde Baru Suharto tanpa proses hukum. Semua tindakan tersebut tidak bisa lain kecuali pelanggaran HAM berat - kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun dan kapan pun. Kasus besar tersebut sudah semestinya harus dituntaskan seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan yurisprodensi hukum internasional.

Sudah 45 tahun berlalu kasus pelanggaran HAM berat yang berkaitan dengan peristiwa 1965 tersebut hingga dewasa ini belum / tidak pernah ditangani secara serius dan tuntas oleh penyelenggara negara. Hal ini membuktikan bahwa penyelenggara negara cenderung untuk membiarkan kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 dilupakan, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Tampak dengan jelas adanya rekayasa untuk menghindarkan tanggung jawab hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM tersebut.
Tetapi kapan pun lembaran-lembaran sejarah tidak mungkin bisa dihapus begitu saja, dan tidak mungkin dimanipulasikan yang hitam diputihkan dan yang putih dihitamkan.

Kenyataan bahwa sudah 45 tahun kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 tidak dituntaskan. Hal ini membuktikan bahwa norma-norma hukum yang tercantum di dalam UUD 1945, perundang-undangan tentang hak asasi manusia, termasuk konvensi-konvensi yang telah diratifikasi oleh Parlemen Indonesia, tidak diterapkan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat 1965-66. Dengan demikian membuktikan juga bahwa hukum dan keadilan tidak ditegakkan oleh penyelenggara negara secara jujur dan konsekwen, tetapi sangat diskriminatif.

Adalah suatu hal yang wajar bahwa para korban menuntut ditegakkannya hukum dan keadilan baginya tanpa diskriminasi, sebab hukum dibuat dengan tujuan untuk menegakkan keadilan bagi semua warga bangsa, tidak tergantung agama, ideologi, suku, etnik dan kepartaian mereka.

Di samping itu, tanpa diselesaikannya kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 berarti membiarkan langgengnya proses impunitas di Indonesia. Dan dengan demikian membuktikan kegagalan kebijakan penguasa Indonesia dalam menegakkan hukum dan keadilan. Norma-norma hukum HAM nasional maupun internasional hanya dijadikan pajangan saja untuk mengelabuhi massa luas seolah-olah Indonesia adalah negara hukum yang peduli HAM.

Kondisi tersebut di atas tentu akan menjadi penghalang bagi terjadinya rekonsiliasi nasional, yang sangat diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk pembangunan Indonesia yang demokratik, sejahtera, adil, makmur, aman dan damai.

Atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas pertemuan “Peringatan 45 Tahun Tragedi Nasional 1965”, yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi masyarakat Indonesia di Negeri Belanda dan didukung oleh para korban pelanggaran HAM 1965 di negeri-negeri Eropa, menuntut kepada penyelenggara negara c.q. Pemerintah Indonesia agar:

1. Mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat yang berkaitan dengan peristiwa 1965 (pasca G30S), yang mengakibatkan jatuhnya korban yang luar biasa besar jumlahnya tanpa dibuktikan kesalahannya berdasarkan hukum yang berlaku.
2. Meminta maaf kepada para korban dan keluarganya atas terjadinya pelanggaran HAM tersebut dan atas terbengkalainya penanganan kasus-kasus tersebut yang sudah berlangsung 45 tahun.
3. Segera melakukan kebijakan-kabijakan konkrit untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut secara adil dan manusiawi, terutama yang menyangkut masalah pemulihan kembali hak-hak sipil dan politik, kompensasi, restitusi dan lain-lainnya yang bersangkutan dengan usaha-usaha pengentasan penderitaan yang mereka alami.
4. Bagi para korban yang telah dinyatakan bersalah dalam pengadilan sandiwara rejim Orba diberi rehabilitasi nama baiknya.
5. Tidak diskriminatif dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM pada umumnya dan mencabut semua perundang-undangan yang sifatnya diskriminatif.


Diemen, Nederland, 02 Oktober 2010

A/n Panitia Peringatan 45 Tahun Tragedi Nasional 1965:

M.D. Kartaprawira (Ketua) S.Pronowardojo (Sekretaris)

Tembusan:
1. Dewan Perwakilan Rakyat RI
2. Kejaksaan Agung RI
3. Mahkamah Agung RI
4. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
5. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI
6. Komisi Hak Asasi Manusia PBB
7. Amnesti Internasional
8. Arsip Nasional RI

No comments:

Post a Comment