Thursday 28 July 2011

Korban Kudatuli Laporkan SBY ke Komnas HAM

Korban Kudatuli Laporkan SBY ke Komnas HAM

JAKARTA - Korban tragedi 27 Juli 1996 mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) agar kembali mengungkap kasus yang membuat banyak orang dikriminalisasi.


Sebanyak 30-an korban tragedi 27 Juli mendatangi kantor Komnas HAM siang tadi. Kedatangan mereka diterima Wakil Ketua Yoseph Adi Prasetyo.

"Mereka meminta agar Komnas HAM kembali mengusut peristiwa 27 Juli, khususnya mengenai rapat pada 24 Juli," ujar Yosep ketika ditemui okezone di kantornya Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2011).

Kata Yosep, mereka melaporkan SBY yang saat itu menjabat Kepala Staf Kodam Jaya memimpin rapat untuk menduduki dan menyerang kantor PDI Megawati di Jalan Diponogoro dan menggunakan pasukan kaveleri yang menggunakan seragam seolah kelompok PDI Soerjadi.

"Mereka sendiri mengatakan korban, mereka yang ada di dalam diserang, dilempari batu, kok mereka yang ditangkap polisi lalu dikriminalkan," terangnya.

Tidak hanya SBY yang disebut-sebut ikut berperan membumi hangus kantor Megawati, nama mantan Gubernur DKI Jakarta Soetiyoso ikut diseret. "Sejumlah jenderal diduga otak operasi 27 Juli di mana kemudian PRD yang disalahkan termasuk kelompok 154," jelasnya.

Lebih lanjut, Yosep mengatakan apa yang terjadi di kantor PDI waktu itu merupakan pelanggaran HAM berat. Komnas HAM sudah pernah menindaklanjuti kasus ini hingga rapat Pleno Komnas HAM namun tidak berlanjut.

"Zaman Pak Lopa sudah membentuk tim investigasi, hasilnya juga sudah disampaikan ke beberapa pihak ketika zaman Abdul Hakim Garuda Nusantara kembali ada tim untuk mengkaji kejahatan Soeharto, itu termasuk peristiwa 27 Juli," tegasnya.

Yosep mengaku belum mengetahui keterlibatan SBY dan beberapa jenderal lainnya. Tapi Komnas HAM berjanji akan segera bergerak untuk mengumpulkan fakta-fakta dan dokumen yang sebelumnya sudah ada. Sebagai Komisi Independent, Komnas HAM juga berjanji akan mengusut tanpa pandang bulu. "Kami sepakat untuk kembali melacak keberadaan dokumen yang pernah dibuat Komnas HAM," terangnya.

Korban tragedi 27 Juli juga menuntut agar dilakukan pembersihan nama baik mereka, ganti rugi karena sudah dikriminalisasi. "Kita coba kumpulkan fakta-fakta mereka juga bawa dokumen yang pernah digelar perkara di Komisi III bersama Kapolri dari situ kita akan melihat apakah masuk pelanggaran HAM berat baru kita akan membentuk tim penyelidikan ad hoc," pungkasnya.
(ful)


Mobile Read

Publish : Rabu, 27 Juli 2011
Penulis : Tri Kurniawan
Editor : -
Terakhir diperbaharui (Kamis, 28 July 2011 17:58)

Saturday 9 July 2011

Desakan Korban 65 kepada Komnas HAM

Desakan  Korban 65
kepada Komnas HAM
 
 
Jakarta  07 Juli 2011 (YPKP 65)
 
Kemarin Rabu 06 Juli 2011 pukul 11.00 komunitas Korban 65  bersama  dengan YPKP 65 dan  KontraS  mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jl. Latuharhary, Menteng, Jakarta.  Komnas HAM pada jam yang sama sedang mengadakan Rapat Paripurna untuk membahas Laporan Akhir Hasil Investigasi Tim Penyelidik pro justicia  Komnas HAM  tentang Kasus Peristiwa 1965-1966.  delegasi korban 65 diterima oleh Komisioner Bpk Kabul Supriyadi dan Ridha Saleh. Sedianya Ketua Tim Penyelidik kasus 65 Nur Kholis akan menemuinya, namun karena sedang memberikan presentasi di depan rapat paripurna, beliau batal hadir.
 
Dari Korban 65 yang datang ke Komnas antara lain: Bedjo Untung, Mujayin, Ir. Djoko Sri Muljono, Giri Jati, Anwar Umar, Gustaf Dupe, Tumiso, Palupi, Bu Tahsrin, Haroto, Rasmadi, Mulyono SH., Hutomo S, Sutriyanto, dan seorang utusan dari Purwokerto Jawa Tengah. Sedangkan dari Kontras ialah  Putri Kanesia dan daud Beureuh.
 
Maksud kedatangan korban 65 ialah  ingin memberi dukungan moral kepada Tim Penyelidik agar Laporan Akhir yang sedang dibahas di Rapat Paripurna benar-benar berpihak kepada korban, yaitu memastikan bahwa  Tragedi kemanusiaan 1965/1966 adalah rekayasa sistematik oleh militer yang berpuncak pada pembunuhan massal dan akhirnya menggulingkan Presiden Sukarno.
Komisioner Kabul Supriyadi dalam keterangannya mengatakan, kami sedang berjuang  di  Rapat Paripurna, apa yang Korban tuntut dan usulkan akan saya bawa ke paripurna.
Pada kesempatan pertemuan itu, korban 65 menyampaikan rilis, sebagai berikut:
 
Pernyataan pers
                              Bentuk Pengadilan HAM ad hoc
Pulihkan Hak-Hak Korban 65
 
Tragedi Kemanusiaan 1965/1966, mencakup beberapa  dimensi pelanggaran Hak Asasi  Manusia  yang berat, berskala meluas, sistematis  yang melibatkan  institusiNegara  yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM tersebut  berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan  tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja  tanpa diupah, diskriminasi  hak-hak dasar warga Negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan  tanah secara tidak sah, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan masional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya.
 
Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000  jiwa terbunuh pada tragedy kemanusiaan 1965/66 dan  20.000.000  orang korban bersama keluarganya yang masih hidup menderita stigma  serta  diskriminasi oleh penguasa.
 
Kejadian ini berlangsung  selama 46 tahun  sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah  belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan  kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan  dan mengabaikan tindak kekerasan  mau pun pelanggaran HAM  tragedy kemanusiaan 1965/66. Tindakan pengabaian tersebut  bisa  dikategorikan sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan.
 
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM )  telah membentuk Tim Penyelidik pro justicia Peristiwa 1965-66 sejak tahun 2008, namun belum mengumumkan  hasil investigasinya. Ada dugaan kuat Komnas HAM mendapatkan tekanan oleh pihak pelaku kejahatan 65, karena tindak kekerasam/kejahatan 1965 melibatkan institusi militer/penguasa  yang merekayasa, dan memproduksi kebohongan  serta menggelapkan dokumen-dokumen penting  serta masih terus menutup-nutupi  kejadian sesungguhnya atas  tragedy kelam itu.
 
Atas dasar itu , kami para Korban/Keluarga Korban  Tragedi Kemanusiaan 1965/66 dengan ini mendesak:
 
  1. Segera umumkan hasil investigasi Tim Penyelidik pro justicia Komnas HAM tentang Peristiwa 1965-66,
  2. Pastikan adanya pelanggaran HAM  berat yang dilakukan oleh Negara secara massive, sistematis, pembunuhan massal (genocida)  serta kekerasan politik dan diskriminasi  social   pada kasus  tragedy 1965/66.
  3. Kejaksaan Agung harus segera menindak lanjuti hasil temuan Tim Investigasi Komnas HAM dan segera  membentuk Pengadilan  HAM ad hoc untuk mengadili para pelaku penjahat HAM serta agar ada  kepastian  hukum  dan keadilan bagi  Korban.
  4. Presiden Republik Indonesia segera menerbitkan surat  Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberikan rehabilitasi, reparasi dan kompensasi  kepada Korban 65 seperti yang diamanatkan  Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU  No.26 Tahun 2000  tentang Pengadilan HAM serta Surat Rekomendasi Ketua Komnas HAM,  Mahkamah Agung, Ketua DPR-RI.
  5. Negara/Pemerintah agar menjamin tidak akan mengulangi lagi tindak kejahatan/pelanggaran HAM berat  seperti yang terjadi pada kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/66.
 
Demikian pernyataan ini, agar khalayak ramai mengetahuinya.
 
 
Jakarta  06 Juli 2011
 
Komunitas Korban 1965/66
 
Bedjo Untung
Ketua YPKP 65
 
Sampai berita ini ditulis belum ada keterangan atau pun penjelasan resmi dari Komnas HAM menyangkut Rapat Paripurna. Namun, Komnas berjanji akan umumkan hasil investigasi Tim Penyelidik pro justicia  kasus Peristiwa 1965/66 secepatnya. ( BU)
 
 
 
 

__._,_.___
Attachment(s) from kawan kawan
1 of 1 Photo(s)