Friday 22 April 2016

SERUAN LEMBAGA PERJUANGAN KORBAN 1965 (LPK65)


SERUAN LEMBAGA PERJUANGAN KORBAN 1965 (LPK65)
(Sehubungan kunjungan Bpk Presiden Joko Widodo ke Negeri Belanda)

Yang Terhormat Bpk Presiden Joko Widodo, kami ucapkan selamat datang,
Seperti telah diketahui, bahwa pada tanggal 10 Oktober 2015 yang lalu, kami para eksil/MAHID yang dicabut paspornya oleh rejim Orde Baru karena tetap loyal kepada Presiden Soekarno (presiden konstitusional sah), yang tergabung dalam Lembaga Perjuangan Korban 1965, telah mengadakan pertemuan untuk “Memperingati 50 Tahun Genosida Politik 1965”, dengan tujuan agar malapetaka tragedi pelanggaran HAM berat tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari.

Adalah suatu kehormatan bagi kami bisa menyampaikan sepatah dua patah kata untuk mengingatkan janji Bapak Presiden bahwa akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya yang berkaitan kasus 1965-66.

Dalam janji tersebut Bpk. Presiden mengambil kebijakan jalur non-yudisial (Rekonsiliasi) dalam penuntasan kasus 1965-66, meskipun sesungguhnya jalur yudisial bisa juga dipertimbangkan.

Meskipun demikian, berdasarkan pendapat-pendapat para eksil/MAHID dalam pertemuan 10 Oktober 2015 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mewujudkan Rekonsiliasi harus dalam prosesnya diungkap Kebenaran (diungkap fakta-fakta kejahatan yang telah terjadi), Permintaan maaf pelaku kepada korban dan akhirnya ditegakkan Keadilan (para korban mendapat pemulihan hak-hak sosial-politik, kompensasi, restitusi, rehsbilitasi dll.).  Rekonsiliasi di Afrika Selatan kami kira bisa diambil pengalamannya.

Maka berhubung dengan tersebut di atas kami menyerukan kepada Bpk. Presiden Joko Widodo untuk:

1.    Mengakui telah terjadi pelanggaran HAM berat/kejahatan kemanusiaan 1965-66 yang mengakibatkan jatuhnya ratusan ribu – jutaan manusia tanpa dibuktikan kesalahannya baik di tanah air maupun di luar negeri (dicabut paspornya).
2.    Atas nama negara meminta maaf kepada para korban dan keluarganya, karena tidak menerapkan hukum untuk menangani kasus tersebut di atas selama kurang lebih 50 tahun. Pada hal Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) – berarti negara telah gagal melaksanakan kewajiban konstitusionalnya. Maka permintaan maaf negara adalah mutlak.
3.    Segera melakukan kebijakan-kebijakan yang tepat, bermartabat dan manusiawi untuk melaksanakan Rekonsiliasi seperti tersebut di atas dengan membentuk „Dewan Kepresidenan/Komisi Kebenaran, Keadilan dan Rekonsiliasi“ melalui PERPU atau PERPRES.
4.    Mencabut semua peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bertentangan dengan demokrasi dan HAM.
5.    Memberikan pelayanan kesehatan yang memadai dan manusiawi kepada para korban yang menderita fisik dan/atau mental akibat pelanggaran HAM berat 1965-66.
6.    Mengurus penguburan kembali secara manusiawi para korban pelanggaran HAM berat dari kuburan massal.
7.    Membuat kebijakan imigrasi bagi para eksil/Mahid agar sebagai patriot bangsa bisa tinggal di tanah air, baik untuk sementara maupun menetap selamanya sampai meninggal, tanpa memerlukan visa dan mendapat jaminan keselamatannya.

Semoga sukses misi Bpk Presiden di Negeri Belanda, dan salam hormat-hangat kami untuk seluruh anggota delegasi.

Den Haag, 21 April 2016
A/n. Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65), Nederland:

MD Kartaprawira (Ketum), S. Pronowardojo (Sekretaris I)