SERUAN LEMBAGA PERJUANGAN KORBAN 1965 (LPK65)
(Sehubungan kunjungan Bpk Presiden Joko Widodo ke Negeri Belanda)
Yang Terhormat Bpk Presiden Joko Widodo, kami ucapkan
selamat datang,
Seperti telah diketahui, bahwa pada tanggal 10 Oktober
2015 yang lalu, kami para eksil/MAHID yang dicabut paspornya oleh rejim Orde
Baru karena tetap loyal kepada Presiden Soekarno (presiden konstitusional sah),
yang tergabung dalam Lembaga Perjuangan Korban 1965, telah mengadakan pertemuan
untuk “Memperingati 50 Tahun Genosida Politik 1965”, dengan tujuan agar malapetaka
tragedi pelanggaran HAM berat tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari.
Adalah suatu kehormatan bagi kami bisa menyampaikan
sepatah dua patah kata untuk mengingatkan janji Bapak Presiden bahwa akan
menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya yang berkaitan kasus
1965-66.
Dalam janji tersebut Bpk. Presiden mengambil kebijakan
jalur non-yudisial (Rekonsiliasi) dalam penuntasan kasus 1965-66, meskipun
sesungguhnya jalur yudisial bisa juga dipertimbangkan.
Meskipun demikian, berdasarkan pendapat-pendapat para
eksil/MAHID dalam pertemuan 10 Oktober 2015 di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa untuk mewujudkan Rekonsiliasi harus dalam prosesnya diungkap Kebenaran (diungkap fakta-fakta kejahatan yang telah
terjadi), Permintaan maaf pelaku
kepada korban dan akhirnya ditegakkan
Keadilan (para korban mendapat pemulihan hak-hak sosial-politik, kompensasi, restitusi,
rehsbilitasi dll.). Rekonsiliasi di Afrika
Selatan kami kira bisa diambil pengalamannya.
Maka berhubung dengan tersebut di atas kami menyerukan
kepada Bpk. Presiden Joko Widodo untuk:
1. Mengakui
telah terjadi pelanggaran HAM berat/kejahatan kemanusiaan 1965-66 yang
mengakibatkan jatuhnya ratusan ribu – jutaan manusia tanpa dibuktikan
kesalahannya baik di tanah air maupun di luar negeri (dicabut paspornya).
2. Atas
nama negara meminta maaf kepada para korban dan keluarganya, karena tidak
menerapkan hukum untuk menangani kasus tersebut di atas selama kurang lebih 50
tahun. Pada hal Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945) –
berarti negara telah gagal melaksanakan kewajiban konstitusionalnya. Maka
permintaan maaf negara adalah mutlak.
3. Segera
melakukan kebijakan-kebijakan yang tepat, bermartabat dan manusiawi untuk
melaksanakan Rekonsiliasi seperti tersebut di atas dengan membentuk „Dewan
Kepresidenan/Komisi Kebenaran, Keadilan dan Rekonsiliasi“ melalui PERPU atau
PERPRES.
4. Mencabut
semua peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bertentangan dengan
demokrasi dan HAM.
5. Memberikan
pelayanan kesehatan yang memadai dan manusiawi kepada para korban yang
menderita fisik dan/atau mental akibat pelanggaran HAM berat 1965-66.
6. Mengurus
penguburan kembali secara manusiawi para korban pelanggaran HAM berat dari
kuburan massal.
7. Membuat
kebijakan imigrasi bagi para eksil/Mahid agar sebagai patriot bangsa bisa
tinggal di tanah air, baik untuk sementara maupun menetap selamanya sampai
meninggal, tanpa memerlukan visa dan mendapat jaminan keselamatannya.
Semoga sukses misi Bpk Presiden di Negeri Belanda, dan
salam hormat-hangat kami untuk seluruh anggota delegasi.
Den Haag, 21 April 2016
A/n. Lembaga
Perjuangan Korban 1965 (LPK65), Nederland:
MD Kartaprawira
(Ketum), S. Pronowardojo (Sekretaris I)