Friday 27 May 2011

IRONI BESAR, KEANGGOTAAN INDONESIA DI DEWAN HAM PBB

http://lembaga-pembela-korban-1965.blogspot.com/2011/05/ironi-besar-keanggotaan-indonesia-di.html
SOROTAN

IRONI BESAR, KEANGGOTAAN INDONESIA DI DEWAN HAM PBB
( Budiono Nglindur, Indonesia Model Untuk Hak Asasi Manusia)

Oleh MD Kartaprawira*

Dipilihnya Indonesia untuk ketiga kalinya sebagai anggota Dewan HAM PBB telah memberi kepuasan dan kebanggaan kepada para petinggi negara. Selain Menteri Luar Negeri, Wakil Presiden Budiono pun tanpa basa-basi mengatakan bahwa dengan terpilihnya lagi Indonesia sebagai aanggota Dewan HAM PBB Indonesia telah diakui sebagai model negara yang kondisi HAMnya bagus  - http://www.thejakartaglobe.com/home/indonesia-a-model-for-human-rights-boediono/443219 -

Betapa mudahnya Budiono memutar balikkan gambaran situasi HAM di Indonesia yang sebenarnya. Memang kalau dibandingkan dengan pada situasi jaman rejim Suharto, dewasa ini tampak ada perbaikan, meskipun kecil sekali. Sedang sebagian besar pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan rejim Suharto tidak tersentuh tangan penegak hukum, yang penuntasannya merupakan tugas dan kewajiban negara, siapa saja penguasanya. Agaknya Budiono dengan pernyataan tersebut di atas mau menyatakan bahwa kejahatan rejim Suharto masa lalu, apalagi dia sendiri sudah meninggal, tidak perlu lagi dikutik-kutik. Tapi dia lupa bahwa kejahatan kapan saja adalah kejahatan, yang harus dituntas oleh negara. Selama kasus-kasus tersebut belum dituntaskan, berarti di dalam negara Indonesia masih berlangsung terus praktek impunitas – kebal hukum. Berarti juga situasi HAM di dalam negara Indonesia masih sangat buruk, sehingga tidak mungkin dijadikan model.

Kalau mau jujur dan obyektif seharusnya Budiono mengakui kenyataan buruknya situasi HAM di Indonesia tersebut, bahkan termasuk salah satu yang terburuk di dunia. Sebab semua kasus pelanggaran HAM baik yang masih hangat (kasus Munir, kasus Akhmadiyah, kasus pengrusakan/penggusuran tempat ibadah, dll) maupun kasus-kasus masa lalu (kasus 1965-66, Tanjung Priok, Jalan Diponegoro, Semanngi, Trisakti, Mei 1998 dan lain-lainnya) sama sekali tidak mendapat perhatian serius dari negara demi keadilan dan kemanusiaan yang dijunjung tinggi Pancasila dan Konstitusi kita.

Dengan dipilihnya lagi Indonesia untuk ketiga kalinya sebagai anggota Dewan HAM PBB, para petinngi Indonesia seharusnya mawas diri tentang: apa yang telah dikerjakan selama menjadi anggota Dewan HAM tersebut bagi rakyat Indonesia (terutaama) dan bagi masyarakat internasional pada umumnya. Bukannya menepuk dada dengan rasa bangga seolah-olah telah berjasa besar menegakkan haak asasi manusia. Selama tidak ada kepedulian terhaadap para korban pelanggaran HAM, terutama pelanggaran HAM berat masa lalu, maka tidak sepantasnya penguasa negara berbangga diri. Bahkan keanggotaan Indonesia dalam Dewan HAM PBB selama ini, yang tidak/belum memberi manfaat bagi para korban pelanggaran HAM di Indonesia - merupakan suatu ironi besar yang memalukan.

Selain mawas diri, seharusnya juga mawas ke dunia luar. Yaitu melihat kemajuan-kemajuan negara-negara lain dalam menangani dan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM (terutama masa lalu) di negara-negara tersebut, misalnya Peru, Cili, Argentina, Kambodia, bahkan di Spanyol. Di Peru Presiden Toledo atas nama negara dengan tegas meminta maaf kepada para korban dan keluarganya, yang kemudian mantan presiden Fujimuri dijatuhi hukuman penjara oleh Pengadilan Lima. Di Argentina Diktator Jenderal Videla dan beberapa jenderal lainnya dihukum seumur hidup/25 tahun. Di Spanyol Parlemen beberapa tahun yang lalu telah berhasil menyelesaikan masalah korban pelanggran HAM yang dilakukan Diktator Franco menjelang Perang Dunia II..

Bagaimana pun beratnya situasi dewasa ini rakyat Indonesia tetap terus berjuang sampai kebenaran dan keadilan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Nederland, 27 Mei 2011



No comments:

Post a Comment