Kamis, 18/12/2014 17:07 WIB
Laporan dari Amsterdam
Pengadilan Rakyat Internasional Kejahatan Kemanusiaan 1965 Diluncurkan
International People’s Tribunal (IPT) ini didirikan untuk menghadapi budaya impunitas dengan membongkar lingkaran penyangkalan, distorsi, tabu, dan rahasia yang tanpa ujung pangkal.
Pertama, upaya ini akan dapat memberi suara pada para korban. Cerita mereka harus bergaung secara jelas sehingga mampu memiliki kekuatan membongkar stigma yang diderita oleh mereka dan keluarga mereka.
Kedua adalah Tribunal ini, diupayakan mampu memberikan pencatatan yang transparan tentang peristiwa kejahatan kemanusiaan yang terjadi setelah 1 Oktober 1965. Transparan untuk siapapun yang ingin mengetahuinya.
Laporan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia tahun 2012, adalah pencatatan pertama tentang kejahatan-kejahatan tersebut. Laporan tersebut, sampai saat ini tidak pernah mendapat pengakuan Negara dan tak pernah ditindak.
Tujuan ketiga dari Tribunal ini, adalah membuka ruang bagi debat publik tentang sejarah Indonesia, tentang cita-cita pasca kolonial, upaya membangun keadilan sosial, upaya menerapkan ‘rule of law’, upaya menggabungkan kekuatan sentrifugal sosialisme dan Islam, lebih lagi upaya mengikis budaya kekerasan, demikian seperti termaktub dalam preambule.
Sastrawan Martin Aleida dalam komentarnya mengatakan bahwa ini memang bukan pengadilan kejahatan kemanusiaan seperti di Nuerenburg terhadap kekejaman fasisme Nazi, atau pengadilan terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan di Serbia atau Rwanda atau Kamboja. Keputusan IPT 1965 tidak akan menghasilkan keputusan hukum yang mengikat.
"Tetapi, yang lebih penting daripada itu adalah, bahwa keputusan yang akan diambil para hakim yang punya reputasi dan dihormati secara internasional, tentu akan berdampak dalam dan luas," demikian Martin.
No comments:
Post a Comment