Thursday 11 December 2014

LPK65: SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN JOKO WIDODO

SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN JOKO WIDODO

Kepada
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Joko Widodo
Jakarta


Yth. Bpk. Presiden Joko Widodo,

Sudah 49 tahun berlalu kasus pelanggaran HAM berat 1965/66,  yang  memakan korban jutaan manusia tak berdosa, hingga dewasa ini belum / tidak pernah ditangani secara serius dan tuntas oleh penyelenggara Negara Indonesia.

Hal ini membuktikan bahwa penyelenggara Negara selama ini  dengan sengaja melupakan dan menelantarkan kasus tersebut di atas,  dengan tujuan   untuk menyelamatkan para pelaku  pelanggaran HAM dari tanggung jawab hukum.  

Dan juga penyelenggara Negara dengan sengaja selama 49 tahun telah membiarkan berlakunya proses impunitas yang sangat memalukan di dalam “Negara Hukum” Indonesia.

Penolakan Jaksa Agung (dengan segala alasannya) untuk menindak-lanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM tentang dugaan pelanggaran HAM berat 1965 menguatkan bukti keengganan penyelenggara negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat 1965.

Hal-hal tersebut di atas tentu akan menjadi penghalang  terjadinya rekonsiliasi nasional, yang sangat diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk pembangunan Indonesia yang demokratik, sejahtera, adil, makmur, aman dan damai.

Kami bersyukur dan gembira bahwa Presiden RI Bpk. Joko Widodo, adalah satu-satunya presiden RI yang telah mengucapkan janji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Tapi perlu mendapat perhatian, bahwa korban Pelanggaran HAM berat 1965/66 bukan hanya satu orang atau puluhan orang, melainkan jutaan orang tak bersalah (dibunuh, diasingkan ke pulau Buru, dikurung dalam tahanan-tahanan, dianiaya, dilecehkan kehormatannya, dicabut paspornya dan lain-lainnya).

Khusus kaitannya dengan warganegara Indonesia di luar negeri, terutama ratusan mahasiswa yang dikirim untuk tugas belajar oleh pemerintah Soekarno, mereka dicabut paspornya oleh rejim Orde Baru karena loyalitasnya terhadap pemerintah sah Soekarno. Akibatnya mereka menjadi orang tanpa kewarganegaraan dan/atau sebagai eksil, mengalami penderitaan berat baik bagi dirinya di luar negeri maupun bagi sanak-keluarganya di tanah air.

Kalau para tapol di tanah air pada tahun 1970-an sudah dibebaskan semua, tapi mereka yang dicabut paspornya sampai tua bangka tetap dianggap sebagai setan yang membahayakan. Tentu hal itu ada alasan politis dan strategis penguasa mengapa para mahasiswa tersebut yang tenaga dan pikirannya masih kuat dan segar perlu dicekal pulang ke tanah air setelah tamat studinya. Baru tahun 2006 ada rekayasa licik  dari pemerintah untuk memberikan paspor kembali, tapi menolak mengakui pelanggaran HAM yang dilakukannya.

Maka demi tegaknya keadilan, kapan saja kami berhak dan berkewajiban mengingatkan kepada Bpk. Presiden tentang realisasi janjinya tersebut. Sebab, janji adalah hutang, sedang hutang harus dibayar.

Dalam realisasi pemenuhan janji tersebut kami, Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65)* menyerukan kepada Bpk. Presiden agar:

-. Atas nama Negara pertama-tama meminta maaf kepada para korban dan keluarganya atas terjadinya tragedi pelanggaran HAM berat 1965/66 dan atas terbengkalainya penanganan kasus tersebut.

-. Sebagai prioritas segera melakukan kebijakan-kebijakan konkrit (termasuk menindak-lanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM mengenai dugaan pelanggaran HAM berat 1965/66) untuk menuntaskan kasus tersebut di atas secara adil dan manusiawi bagi para korban di tanah air dan luar negeri, baik melalui Pengadilan HAM Ad hoc maupun Komisi Rekonsiliasi.  

-. Segera memberi rehabilitasi nama baik  serta pemulihan hak-haknya kembali kepada para korban yang telah dinyatakan bersalah atau pun dalam status tersangka dalam proses pengadilan masa lalu. 

-. Dengan tegas menghapus dan mencegah segala kebijakan yang bisa menimbulkan berlakunya praktek  Impunitas dan menghapus semua sisa-sisa perundang-undangan yang diskriminatif.

Nederland, 10 Desember 2014

A/n Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65)
M.D. Kartaprawira (Ketua Umum), S. Pronowardojo (Sekretaris I)

Tembusan:

1.   Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
2.   Dewan Perwakilan Rakyat RI
3. Kejaksaan Agung RI
4. Mahkamah Agung RI
5. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
6. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI
7. Komisi Hak Asasi Manusia PBB
8. Arsip Nasional RI

*) Berdasar Keputusan Rapat Anggota LPK65 tgl. 16 Nopember 2014 nama Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65) telah dirubah menjadi Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65).

NB:Untuk sementara alamat Weblog LPK65 belum berubah. 


No comments:

Post a Comment