SURAT TERBUKA KEPADA PRESIDEN JOKO WIDODO
Kepada
Yth.
Presiden Republik Indonesia
Bapak
Joko Widodo
Jakarta
Yth.
Bpk. Presiden Joko Widodo,
Sudah
49 tahun berlalu kasus pelanggaran HAM berat 1965/66, yang
memakan korban jutaan manusia tak berdosa, hingga dewasa ini belum / tidak
pernah ditangani secara serius dan tuntas oleh penyelenggara Negara Indonesia.
Hal
ini membuktikan bahwa penyelenggara Negara selama ini dengan sengaja melupakan dan menelantarkan kasus
tersebut di atas, dengan tujuan untuk menyelamatkan para pelaku pelanggaran HAM dari tanggung jawab hukum.
Dan
juga penyelenggara Negara dengan sengaja selama 49 tahun telah membiarkan
berlakunya proses impunitas yang sangat memalukan di dalam “Negara Hukum” Indonesia.
Penolakan
Jaksa Agung (dengan segala alasannya) untuk menindak-lanjuti hasil penyelidikan
Komnas HAM tentang dugaan pelanggaran HAM berat 1965 menguatkan bukti
keengganan penyelenggara negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat
1965.
Hal-hal
tersebut di atas tentu akan menjadi penghalang
terjadinya rekonsiliasi nasional, yang sangat diperlukan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara untuk pembangunan Indonesia yang demokratik, sejahtera,
adil, makmur, aman dan damai.
Kami bersyukur dan gembira bahwa Presiden RI Bpk.
Joko Widodo, adalah satu-satunya presiden RI yang telah mengucapkan janji untuk
menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Tapi perlu mendapat perhatian, bahwa korban
Pelanggaran HAM berat 1965/66 bukan hanya satu orang atau puluhan orang, melainkan
jutaan orang tak bersalah (dibunuh, diasingkan ke pulau Buru, dikurung dalam tahanan-tahanan,
dianiaya, dilecehkan kehormatannya, dicabut paspornya dan lain-lainnya).
Khusus kaitannya dengan warganegara Indonesia di
luar negeri, terutama ratusan mahasiswa yang dikirim untuk tugas belajar oleh
pemerintah Soekarno, mereka dicabut paspornya oleh rejim Orde Baru karena
loyalitasnya terhadap pemerintah sah Soekarno. Akibatnya mereka menjadi orang tanpa
kewarganegaraan dan/atau sebagai eksil, mengalami penderitaan berat baik bagi
dirinya di luar negeri maupun bagi sanak-keluarganya di tanah air.
Kalau para tapol di tanah air pada tahun 1970-an
sudah dibebaskan semua, tapi mereka yang dicabut paspornya sampai tua bangka
tetap dianggap sebagai setan yang membahayakan. Tentu hal itu ada alasan
politis dan strategis penguasa mengapa para mahasiswa tersebut yang tenaga dan
pikirannya masih kuat dan segar perlu dicekal pulang ke tanah air setelah tamat
studinya. Baru tahun 2006 ada rekayasa licik
dari pemerintah untuk memberikan paspor kembali, tapi menolak mengakui
pelanggaran HAM yang dilakukannya.
Maka demi tegaknya keadilan, kapan saja kami berhak
dan berkewajiban mengingatkan kepada Bpk. Presiden tentang realisasi janjinya
tersebut. Sebab, janji adalah hutang, sedang hutang harus dibayar.
Dalam realisasi pemenuhan janji tersebut kami, Lembaga
Perjuangan Korban 1965 (LPK65)* menyerukan kepada Bpk. Presiden agar:
-.
Atas nama Negara pertama-tama meminta maaf kepada para korban dan keluarganya
atas terjadinya tragedi pelanggaran HAM berat 1965/66 dan atas terbengkalainya
penanganan kasus tersebut.
-.
Sebagai prioritas segera melakukan kebijakan-kebijakan konkrit (termasuk
menindak-lanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM mengenai dugaan pelanggaran HAM
berat 1965/66) untuk menuntaskan kasus tersebut di atas secara adil dan
manusiawi bagi para korban di tanah air dan luar negeri, baik melalui
Pengadilan HAM Ad hoc maupun Komisi Rekonsiliasi.
-.
Segera memberi rehabilitasi nama baik
serta pemulihan hak-haknya kembali kepada para korban yang telah
dinyatakan bersalah atau pun dalam status tersangka dalam proses pengadilan
masa lalu.
-.
Dengan tegas menghapus dan mencegah segala kebijakan yang bisa menimbulkan
berlakunya praktek Impunitas dan menghapus
semua sisa-sisa perundang-undangan yang diskriminatif.
Nederland,
10 Desember 2014
A/n
Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65)
M.D.
Kartaprawira (Ketua Umum), S. Pronowardojo (Sekretaris I)
Tembusan:
1.
Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
2.
Dewan Perwakilan Rakyat RI
3.
Kejaksaan Agung RI
4.
Mahkamah Agung RI
5.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
6. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia RI
7. Komisi Hak Asasi Manusia PBB
8. Arsip Nasional RI
*)
Berdasar Keputusan Rapat Anggota LPK65 tgl. 16
Nopember 2014 nama Lembaga Pembela
Korban 1965 (LPK65) telah dirubah menjadi Lembaga Perjuangan Korban 1965 (LPK65).
NB:Untuk sementara alamat Weblog LPK65 belum berubah.
No comments:
Post a Comment