PARA EKSIL
MEMPERINGATI 50 TAHUN TRAGEDI NASIONAL KEJAHATAN KEMANUSIAAN 1965
(BLOG-LPK65) Di
Negeri Belanda, dalam gedung beralamat Burgemeester Bickerstraat 46A, 1111 CC,
Diemen, yang sering menjadi pangkalan kegiatan-kegiatan organisasi masyarakat
Indonesia: Perhimpunan Persaudaraan
Indonesia, Lembaga Pembela Korban 1965, dll, pada tanggal 10 Oktober 2015 berlangsung pertemuan
“Peringatan 50 Tahun Tragedi Nasional/ kejahatan kemanusiaan/genosida
1965”. Pertemuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65),
Negeri Belanda tersebut dihadiri kira-kira
90 orang dari para eksil Negeri Belanda , Swedia, Perancis, Jerman dan
masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pada pukul 11.00 setelah pemandu acara membuka
pertemuan, kemudian bergeloralah lagu kebangsaan Indonesia Raya yang
dinyanyjkan bersama dengan bangga dan hikmat. Kemudian setelah itu para hadirin
dipersilahkan untuk mengheningkan cipta bagi para korban yang telah meninggal
dunia.
Dalam sambutannya Ketua Umum LPK65, Negeri Belanda
menyatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk mengingatkan kembali
peristiwa pelanggaran HAM berat/kejahatan kemanusiaan/genosida pada masa lalu
yang mengakibatkan jatuhnya korban ratusan ribu sampai jutaan orang tak
bersalah dan tanpa proses hukum mengalami
berbagai macam tindak kekerasan yang dilakukan baik langsung maupun tak
langsung oleh penguasa negara. Dengan demikian kita bisa mengambil pelajaran
peristiwa tersebut agar tidak terulang
kembali menimpa generasi mendatang. Berkaitan dengan janji Presiden Joko Widodo
akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 (dan kasus pelanggaran HAM
masa lalu lainnya) diserukan kepadanya untuk menetapi janjinya, demi tegaknya
kebenaran dan keadilan.
Di dalam pertemuan juga memberi sambutan:
1.
Prof. Saskia E. Wieringa (Den Haag),
yang menyampaikan perkembangan kegiatan organisasi International People’s
Tribunal 1965 (IPT1965) yang akan digelar pada tanggal 10-13 Nopember 2015 di
Den Haag.
2.
Sdr. Martin Aleida (Indonesia) –
menyampaikan pengalamannya di Indonesia ketika ditangkap, ditahan dalam penjara
dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh apparat rejim orde baru. Di samping
itu dia menceritakan tentang kehadirannya nanti dalam proses IPT 1965 di Den
Haag sebagai saksi-korban.
3.
Sdr. Bonnie Triyana (Indonesia) menguraikan
arti penting sejarah di dalam kehidupan para pemuda. Dalam kaitannya dengan
kasus pelanggaran HAM dinyatakan bahwa perbedaan ideologi tidak boleh dijadikan
dasar/alasan untuk melakukan tindak kekerasan kepada pihak lain.
4.
Sdr. Syarkawi Manap (Swedia) membawa
pesan dari kawan-kawan di Swedia menyatakan arti pentingnya pertemuan-pertemuan
semacam ini bagi kita semua. Dalam kaitannya dengan Rekonsiliasi dikatakannya
bahwa harus betul-betul ditegakkan kebenaran dan keadilan, sehingga rekonsiliasi
tidak hanya berupa salam-salaman dan maaf-maafan belaka.
Pertemuan menjadi lebih hidup dan hangat ketika berjalan
acara tanggapan dan tanya-jawab,
sehingga terjadi suatu diskusi sekitar tema pelanggaran HAM dan Rekonsiliasi.
MD Kartaprawira menjawab seluruh tanggapan para hadirin, tapi adalah wajar
kalau terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dalam masalah tertentu.
Pertemuan ditutup oleh Ketum LPK65 dengan ucapan
terima kasih kepada para hadirin atas
partisipasinya dalam menyukseskan “Peringatan
50 Tahun Tragedi Nasional 1965/Kejahatan Kemanusiaan” dengan suatu harapan agar
pertemuan tersebut menjadi perekat yang kuat silaturahmi antara kita semua. Dan
diucapkan juga terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kawan-kawan yang telah
membantu dengan moril, , tenaga,
materiel secara sukarela. Pertemuan berjalan dengan sukses, bersama
harapan timbulnya kebenaran dan keadilan di Indonesia.
Diemen, 10 Oktober 2015
Thl. Namlim (staf red. BLOG-LPK65)
No comments:
Post a Comment