Monday 12 October 2015

PARA EKSIL MEMPERINGATI 50 TAHUN TRAGEDI NASIONAL KEJAHATAN KEMANUSIAAN 1965

PARA EKSIL MEMPERINGATI 50 TAHUN TRAGEDI NASIONAL KEJAHATAN KEMANUSIAAN 1965

(BLOG-LPK65) Di Negeri Belanda, dalam gedung beralamat Burgemeester Bickerstraat 46A, 1111 CC, Diemen, yang sering menjadi pangkalan kegiatan-kegiatan organisasi masyarakat Indonesia:  Perhimpunan Persaudaraan Indonesia, Lembaga Pembela Korban 1965, dll, pada tanggal 10 Oktober 2015 berlangsung  pertemuan  “Peringatan 50 Tahun Tragedi Nasional/ kejahatan kemanusiaan/genosida 1965”. Pertemuan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65), Negeri Belanda tersebut dihadiri  kira-kira 90 orang dari para eksil Negeri Belanda , Swedia, Perancis, Jerman dan masyarakat Indonesia pada umumnya.  

Pada pukul 11.00 setelah pemandu acara membuka pertemuan, kemudian bergeloralah lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyjkan bersama dengan bangga dan hikmat. Kemudian setelah itu para hadirin dipersilahkan untuk mengheningkan cipta bagi para korban yang telah meninggal dunia. 

Dalam sambutannya Ketua Umum LPK65, Negeri Belanda menyatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk mengingatkan kembali peristiwa pelanggaran HAM berat/kejahatan kemanusiaan/genosida pada masa lalu yang mengakibatkan jatuhnya korban ratusan ribu sampai jutaan orang tak bersalah dan tanpa proses hukum  mengalami berbagai macam tindak kekerasan yang dilakukan baik langsung maupun tak langsung oleh penguasa negara. Dengan demikian kita bisa mengambil pelajaran peristiwa tersebut agar  tidak terulang kembali menimpa generasi mendatang. Berkaitan dengan janji Presiden Joko Widodo akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat 1965-66 (dan kasus pelanggaran HAM masa lalu lainnya) diserukan kepadanya untuk menetapi janjinya, demi tegaknya kebenaran dan keadilan.

Di dalam pertemuan juga memberi sambutan:
1.     Prof. Saskia E. Wieringa (Den Haag), yang menyampaikan perkembangan kegiatan organisasi International People’s Tribunal 1965 (IPT1965) yang akan digelar pada tanggal 10-13 Nopember 2015 di Den Haag.
2.     Sdr. Martin Aleida (Indonesia) – menyampaikan pengalamannya di Indonesia ketika ditangkap, ditahan dalam penjara dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh apparat rejim orde baru. Di samping itu dia menceritakan tentang kehadirannya nanti dalam proses IPT 1965 di Den Haag sebagai saksi-korban.
3.     Sdr. Bonnie Triyana (Indonesia) menguraikan arti penting sejarah di dalam kehidupan para pemuda. Dalam kaitannya dengan kasus pelanggaran HAM dinyatakan bahwa perbedaan ideologi tidak boleh dijadikan dasar/alasan untuk melakukan tindak kekerasan kepada pihak lain.
4.     Sdr. Syarkawi Manap (Swedia) membawa pesan dari kawan-kawan di Swedia menyatakan arti pentingnya pertemuan-pertemuan semacam ini bagi kita semua. Dalam kaitannya dengan Rekonsiliasi dikatakannya bahwa harus betul-betul ditegakkan kebenaran dan keadilan, sehingga rekonsiliasi tidak hanya berupa salam-salaman dan maaf-maafan belaka.

Pertemuan menjadi lebih hidup dan hangat ketika berjalan acara  tanggapan dan tanya-jawab, sehingga terjadi suatu diskusi sekitar tema pelanggaran HAM dan Rekonsiliasi. MD Kartaprawira menjawab seluruh tanggapan para hadirin, tapi adalah wajar kalau terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dalam masalah tertentu.

Pertemuan ditutup oleh Ketum LPK65 dengan ucapan terima kasih kepada para hadirin  atas partisipasinya dalam  menyukseskan “Peringatan 50 Tahun Tragedi Nasional 1965/Kejahatan Kemanusiaan” dengan suatu harapan agar pertemuan tersebut menjadi perekat yang kuat silaturahmi antara kita semua. Dan diucapkan juga terima kasih sebanyak-banyaknya kepada kawan-kawan yang telah membantu  dengan moril, , tenaga, materiel secara sukarela. Pertemuan berjalan dengan sukses, bersama harapan timbulnya kebenaran dan keadilan di Indonesia.

Diemen, 10 Oktober 2015


Thl. Namlim (staf red. BLOG-LPK65)   

No comments:

Post a Comment