Indonesia Dinyatakan Bertanggung Jawab dan Bersalah
atas Kejahatan Kemanusiaan
20
Juli 2016
Koran Sulindo – Pada Rabu ini (20/7), Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan Periode 1965 di
Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965, Zak Yacoob,
memutuskan negara Indonesia bertanggung jawab dan bersalah melakukan kejahatan
terhadap kemanusiaan karena memerintahkan dan melakukan, khususnya tentara,
melalui rantai komando, tindakan tidak manusiawi.
“Semua tindakan ini merupakan bagian integral
serangan yang menyeluruh, meluas, dan sistematis terhadap Partai Komunis
Indonesia, PKI, organisasi-organisasi onderbouw-nya, para
pemimpinnya, anggotanya, pendukungnya, dan keluarga mereka, termasuk mereka
yang bersimpati pada tujuannya, dan secara lebih luas terhadap orang yang tak
berkaitan dengan PKI,” kata Zak Yacoob, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Afrika
Selatan, yang direkam dari Cape Town.
Pemutaran video pembacaan keputusan tersebut
didengarkan secara bersamaan oleh akademisi, ahli hukum internasional, dan
aktivis kemanusiaan secara bersamaan di lima negara, mulai pukul 09.00 waktu
Belanda.
Seperti tertera pada laporan keputusan final IPT
1965 itu, serangan tersebut berkembang luas menjadi sebuah tindakan pembersihan
menyeluruh atas pendukung Presiden Soekarno dan anggota radikal Partai Nasional
Indonesia. Setiap tindakan tidak manusiawi adalah sebuah kejahatan di Indonesia
dan di banyak negara-negara beradab di dunia. Serangan itu dilakukan dengan
dipicu oleh propaganda yang menyesatkan.
Laporan itu juga menyebut, Indonesia juga telah
gagal mencegah tindakan tidak manusiawi yang terjadi dan juga menghukum
pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tindakan tidak manusiawi tersebut.
Fakta bahwa sebagian kejahatan yang terjadi dilakukan oleh baik pihak-pihak
tertentu yang terkait dengan negara maupun mereka yang disebut sebagai pelaku
lokal yang spontan tidak membebaskan negara dari kewajiban negara untuk
mencegah kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan menghukum yang bersalah.
1
Indonesia
Dinyatakan Bertanggung Jawab dan Bersalah atas Kejahatan Kemanusiaan
20
Juli 2016
Diungkapkan laporan itu, tindakan kejahatan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan meliputi pembunuhan, hukuman penjara,
perbudakan, penyiksaan, penghilangan secara paksa, kekerasan seksual,
propaganda, keterlibatan negara lain, dan genosida. “Jumlah orang yang terbunuh
kemungkinan besar diperkirakan 400.000 sampai 500.000 orang. Namun, mengingat
kasus ini masih dirahasiakan, jumlah korban sebenarnya bisa lebih tinggi atau
mungkin saja lebih rendah. Pembunuhan brutal yang terjadi menyeluruh merupakan
bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran atau hukum
Indonesia, termasuk Undang-Undang KUHP pasal 138 dan 140, khususnya
Undang-Undang No20/2000. Pembunuhan yang terjadi merupakan bagian dari serangan
sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan
partai tersebut,” demikian ditulis laporan tersebut.
Untuk yang dipenjara, tidak ada data statistik yang
cukup untuk menunjukkan berapa jumlah sebenarnya orang ditahan, termasuk
tahanan buruh paksa dan budak virtual. Namun, diperkirakan jumlahnya
sekitar 600.000 orang dan mungkin saja lebih besar dari itu. “Tindakan
pemenjaraan yang tidak melalui proses hukum adalah sebuah bentuk kejahatan di
Indonesia dan di sebagian besar banyak negara pada waktu itu. Tindakan
pemenjaraan tanpa pengadilan juga merupakan sebuah tindakan kejahatan serius
terhadap kemanusiaan dan pelanggaran Undang-Undang Nomor 26/2000. Tindakan
tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh
terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.”
Selain itu, ada bukti cukup
yang menunjukkan orang-orang yang ditahan dipaksa untuk melakukan kerja paksa
di bawah kondisi yang bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan terhadap
kemanusiaan dan juga pelanggaran atas Konvensi mengenai Kerja Paksa Tahun 1930,
juga pelanggaran atas hukum Indonesia, terutama Undang-Undang Nomor 26/2000.
“Tindakan tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang
menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai
tersebut.”
Akan halnya soal penyiksaan,
ada bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyiksaan dalam skala besar yang
dilakukan terhadap tahanan pada masa terjadinya pembunuhan massal dan
pemenjaraan. “Banyak kejadian penyiksaaan direkam dalam laporan Komnas HAM dan
Komnas Perempuan dan pada kasus-kasus individual yang digambarkan dalam
pernyataan saksi dan bukti tertulis. Ada
peraturan ekplisit di sistim perundang-undangan Indonesia yang menentang
penyiksaan, kemudian ada larangan total terhadap tindakan penyiksaan dalam
hukum internasional. Tindakan penyiksaan ini merupakan bagian dari
serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap
terkait dengan partai tersebut.”
Untuk penghilangan secara
paksa pun demikian. Ada bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya tindakan
penghilangan secara paksa dalam skala besar, yang terkadang dilakukan sebelum
memenjarakan atau menyiksa korban, sementara pada kasus-kasus lainnya, nasib
para korban tidak pernah diketahui. “Bukti-bukti ini terdapat dalam laporan
Komnas HAM dan diberikan oleh saksi dan studi kasus yang di hadapan sidang
Tribunal. Penghilangan secara paksa dilarang dalam hukum internasional.
Tindakan penghilangan secara paksa ini merupakan bagian dari
serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap
terkait dengan partai tersebut.”
Bukti adanya kekerasan seksual
yang tercatat pada laporan Komnas Perempuan dan diserahkan baik secara lisan
maupun tulisan terbukti menyakinkan. “Bukti-bukti detail yang diberikan pada
sidang Tribunal saling mendukung fakta dan memberikan gambaran akan adanya
tindakan kekerasan seksual yang sistemik terhadap perempuan yang diduga
terlibat dengan PKI. Tindakan kekerasan ini meliputi pemerkosaan, penyiksaan
seksual, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya.
Bentuk-bentuk kekerasan ini telah dan masih dinyatakan sebagai tindakan
kejahatan, khususnya Undang-Undang Nomor 26/2000, dan juga termasuk kejahatan
terhadap kemanusiaan sebagai bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh
terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.”
2
Indonesia Dinyatakan Bertanggung Jawab dan Bersalah atas Kejahatan
Kemanusiaan
20 Juli 2016
Soal pengasingan, para warga
negara Indonesia yang paspornya disita ketika berada di luar negeri telah
kehilangan hak kewarganegaraannya. “Aturan atas tindakan pengasingan yang
dipaksa atau terjadi secara sukarela, selain merupakan tindakan tidak
manusiawi, adalah merupakan bentuk serangan menyeluruh sebuah negara terhadap
warga negaranya sendiri dan mungkin merupakan sebuah bentuk kejahatan terhadap
kemanusiaan.”
Tentang propaganda, versi
resmi atas apa yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap di Lubang Buaya
sepenuhnya tidak benar. “Fakta yang sebenarnya terjadi diketahui oleh para
pimpinan militer di bawah Jendral Soeharto dari sejak awal, namun kemudian
sengaja dipelintir untuk kepentingan propaganda. Kampanye propaganda yang
disebar terkait orang-orang yang terlibat dengan PKI membenarkan tindakan
penuntutan hukum, penahahan, dan pembunuhan para tersangka dan melegitimasi
kekerasan seksual dan segala tindakan tidak manusiawi yang dilakukan.
Propaganda yang bertahan selama tiga dekade ini memberikan kontribusi tidak
hanya pada penolakan terpenuhinya hak sipil para penyintas dan juga
pemberhentian tuntutan atas mereka. Menyebarkan propaganda sesat untuk tujuan
melakukan tindakan kekerasan adalah sebuah tindakan kekerasan itu sendiri.
Tindakan mempersiapkan sebuah kejahatan tidak bisa dipisahkan dari kejahatan
itu sendiri. Bentuk persiapan semacam ini memberikan jalan dan merupakan bagian
awal dari serangan sesungguhnya.”
Amerika, Inggris, dan
Australia semua terlibat atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, meskipun
dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda. Amerika memberi dukungan cukup
kepada militer Indonesia, dengan mengetahui mereka akan melakukan sebuah pembunuhan
massal, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain dalam
kejahatan terhadap kejahatan dengan demikian dijustifikasi. “Bukti paling jelas
adalah adanya daftar nama pejabat PKI di mana ada dugaan akan adanya
penangkapan atau pembantaian atas nama-nama tersebut. Inggris dan Australia
melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulang-ulang dari pihak
militer dan mereka melanjutkannya dengan peraturan, bahkan setelah terbukti
bahwa tindakan pembunuhan dan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan
benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu. Hal ini membenarkan
dugaan akan adanya keterlibatan negara-negara lain dalam tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Pemerintah di negara-negara yang disebutkan di atas
menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia
melalui laporan diplomatik dari kontak yang berada di lapangan atau dari media
Barat.”
Akan halnya soal genosida,
fakta-fakta yang dihadirkan di Sidang Tribunal oleh penuntut termasuk
tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Konvensi Genosida. Tindakan-tindakan
tersebut dilakuan untuk melawan bagian substansif negara Indonesia atau
kelompok nasional, sebuah kelompok yang dilindungi dalam konvensi genosida.
“Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud khusus untuk menghancurkan atau
membinasakan kelompok tersebut secara bagian atau keseluruhan. Hal ini juga
berlaku pada kejahatan yang dilakukan pada kelompok minoritas Cina. Indonesia
terikat pada ketentuan Konvensi Genosida tahun 1948 di bawah hukum internasional.”
Dalam laporan tersebut,
pemerintah Indonesia diimbau untuk segera dan tanpa pengecualian meminta maaf
kepada semua korban, penyintas, dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara dan tindakan kejahatan
lainnya yang dilakukan negara dalam kaitanya dengan peristiwa 1965. Pemerintah
Indonesia juga diimbau untuk menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan
terhadap kemanusiaan dan memastikan akan adanya kompensasi yang setimpal dan
upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.
Laporan itu pun mendukung dan
mengimbau semua otoritas yang terkait untuk memperhatikan dan mematuhi, antara
lain, imbauan Komnas Perempuan untuk dilaksanakannya penyelidikan penuh oleh
pemerintah Indonesia dan juga pemberian kompensasi utuh bagi korban penyintas
dari kekerasan seksual dan keluarga mereka. Juga imbauan Komnas HAM bahwa
Kejaksaan Agung harus bertindak atas laporan tahun 2012 untuk melakukan
penyelidikan atas apa yang dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi di tahun 1965 dan sesudahnya.
Selain itu perlu diperhatikan
dan dipatuhi imbauan yang diberikan para korban dan individu, termasuk kelompok
pembela hak asasi Indonesia agar pemerintah dan seluruh sektor untuk melawan
impunitas dan sepakat bahwa impunitas untuk kejahatan serius di masa lalu yang
berlawanan dengan nilai-nilai kemanusiaan meracuni masyarakat dan memunculkan
bentuk kekerasan baru; merehabilitasi para korban dan menghapus segala jenis
tuntutan dan larangan yang dilakukan pihak otoritas yang menghalangi mereka
untuk menikmati secara penuh hak-hak asasi mereka yang dijamin di bawah
undang-undang Indonesia dan internasional, dan; menentukan kebenaran tentang
apa yang terjadi di tahun 1965 sehingga generasi masa depan dalam belajar dari
masa lalu. [PUR]
3
Sumber:
http://koransulindo.com/indonesia-dinyatakan-bertanggung-jawab-dan-bersalah-atas-kejahatan-kemanusiaan/