Desakan Korban 65 kepada Komnas HAM Jakarta 07 Juli 2011 (YPKP 65) Kemarin Rabu 06 Juli 2011 pukul 11.00 komunitas Korban 65 bersama dengan YPKP 65 dan KontraS mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jl. Latuharhary, Menteng, Jakarta. Komnas HAM pada jam yang sama sedang mengadakan Rapat Paripurna untuk membahas Laporan Akhir Hasil Investigasi Tim Penyelidik pro justicia Komnas HAM tentang Kasus Peristiwa 1965-1966. delegasi korban 65 diterima oleh Komisioner Bpk Kabul Supriyadi dan Ridha Saleh. Sedianya Ketua Tim Penyelidik kasus 65 Nur Kholis akan menemuinya, namun karena sedang memberikan presentasi di depan rapat paripurna, beliau batal hadir. Dari Korban 65 yang datang ke Komnas antara lain: Bedjo Untung, Mujayin, Ir. Djoko Sri Muljono, Giri Jati, Anwar Umar, Gustaf Dupe, Tumiso, Palupi, Bu Tahsrin, Haroto, Rasmadi, Mulyono SH., Hutomo S, Sutriyanto, dan seorang utusan dari Purwokerto Jawa Tengah. Sedangkan dari Kontras ialah Putri Kanesia dan daud Beureuh. Maksud kedatangan korban 65 ialah ingin memberi dukungan moral kepada Tim Penyelidik agar Laporan Akhir yang sedang dibahas di Rapat Paripurna benar-benar berpihak kepada korban, yaitu memastikan bahwa Tragedi kemanusiaan 1965/1966 adalah rekayasa sistematik oleh militer yang berpuncak pada pembunuhan massal dan akhirnya menggulingkan Presiden Sukarno. Komisioner Kabul Supriyadi dalam keterangannya mengatakan, kami sedang berjuang di Rapat Paripurna, apa yang Korban tuntut dan usulkan akan saya bawa ke paripurna. Pada kesempatan pertemuan itu, korban 65 menyampaikan rilis, sebagai berikut: Pernyataan pers Bentuk Pengadilan HAM ad hoc Pulihkan Hak-Hak Korban 65 Tragedi Kemanusiaan 1965/1966, mencakup beberapa dimensi pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, berskala meluas, sistematis yang melibatkan institusiNegara yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM tersebut berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja tanpa diupah, diskriminasi hak-hak dasar warga Negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan tanah secara tidak sah, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan masional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya. Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000 jiwa terbunuh pada tragedy kemanusiaan 1965/66 dan 20.000.000 orang korban bersama keluarganya yang masih hidup menderita stigma serta diskriminasi oleh penguasa. Kejadian ini berlangsung selama 46 tahun sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan dan mengabaikan tindak kekerasan mau pun pelanggaran HAM tragedy kemanusiaan 1965/66. Tindakan pengabaian tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM ) telah membentuk Tim Penyelidik pro justicia Peristiwa 1965-66 sejak tahun 2008, namun belum mengumumkan hasil investigasinya. Ada dugaan kuat Komnas HAM mendapatkan tekanan oleh pihak pelaku kejahatan 65, karena tindak kekerasam/kejahatan 1965 melibatkan institusi militer/penguasa yang merekayasa, dan memproduksi kebohongan serta menggelapkan dokumen-dokumen penting serta masih terus menutup-nutupi kejadian sesungguhnya atas tragedy kelam itu. Atas dasar itu , kami para Korban/Keluarga Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/66 dengan ini mendesak: - Segera umumkan hasil investigasi Tim Penyelidik pro justicia Komnas HAM tentang Peristiwa 1965-66,
- Pastikan adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Negara secara massive, sistematis, pembunuhan massal (genocida) serta kekerasan politik dan diskriminasi social pada kasus tragedy 1965/66.
- Kejaksaan Agung harus segera menindak lanjuti hasil temuan Tim Investigasi Komnas HAM dan segera membentuk Pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili para pelaku penjahat HAM serta agar ada kepastian hukum dan keadilan bagi Korban.
- Presiden Republik Indonesia segera menerbitkan surat Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberikan rehabilitasi, reparasi dan kompensasi kepada Korban 65 seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM serta Surat Rekomendasi Ketua Komnas HAM, Mahkamah Agung, Ketua DPR-RI.
- Negara/Pemerintah agar menjamin tidak akan mengulangi lagi tindak kejahatan/pelanggaran HAM berat seperti yang terjadi pada kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/66.
Demikian pernyataan ini, agar khalayak ramai mengetahuinya. Jakarta 06 Juli 2011 Komunitas Korban 1965/66 Bedjo Untung Ketua YPKP 65 Sampai berita ini ditulis belum ada keterangan atau pun penjelasan resmi dari Komnas HAM menyangkut Rapat Paripurna. Namun, Komnas berjanji akan umumkan hasil investigasi Tim Penyelidik pro justicia kasus Peristiwa 1965/66 secepatnya. ( BU) |