Monday 27 June 2011

MPR DAN PEMERINTAH HARUS MENGAKUI KESALAHAN TINDAKAN REJIM SUHARTO TERHADAP BUNG KARNO


MPR DAN PEMERINTAH HARUS MENGAKUI KESALAHAN TINDAKAN
REJIM SUHARTO TERHADAP BUNG KARNO
(Memperingati 41 Tahun Hari Wafatnya Bung Karno)

Oleh MD Kartaprawira*

Pada tgl 21 Juni 2011 adalah ultah ke-41 wafatnya Bung Karno, seorang proklamator kemerdekaan bangsa indonesia, pendiri negara RI, yang selama hayatnya berjuang untuk terwujudnya cita-cita masyarakat indonesia yang adil dan makmur, bebas dari nekolim dan neoliberalisme. Tanggal 21 Juni inilah ingatan kita tergugah oleh dua fragment sejarah politik Indonesia, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Dua fragment sejarah politik inilah yang mengakibatkan timbulnya bencana besar bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang sampai dewasa ini masih terus berlangsung dan berkembang dan sukar mengatasinya. Sebab rejim orde baru dibawah jenderal Suharto inilah yang mengorbankan Indonesia menjadi negara jajahan model baru di bawah cengkeraman kaum nekolim dan neoliberalisme. Berikut ini dua fragmen sejarah politik tersebut.

Pertama - Kudeta merayap Suharto terhadap Pemeruntah Soekarno.
Kekuasaan orde baru yang didirikan jenderal Suharto adalah hasil kudeta merayap terhadap pemerintah syah Soekarno, yang sedang dalam perjuangan berat berkonfrontasi melawan nekolim. Dengan kegagalan gerakan 30 September (G30S) yang dipimpin letkol Untung, jenderal Suharto mulai melaksanakan skinarionya untuk menjatuhkan pemerintahan Soekarno dengan menggunakan gerakan massa KAPI, KAMI, KASI yang mendapat restu kaum nekolim. Bung Karno dalam kondisi terjepit pada tanggal 11 Maret 1966 terpaksa memberikan surat kuasa untuk pemulihan keamanan - “Supersemar” (Surat Perintah Sebelas Maret) kepada jenderal Suharto. Tetapi Suharto menyalah gunakan surat Supersemar tersebut sebagai surat penyerahan kekuasaan pemerintahan. Hal ini oleh Bung Karno dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 1966 ditolak dengan tegas: “ Supersemar bukan penyerahan kekuasaan pemerintahan/negara”. Meskipun demikian, selain dia tidak menggubris sama sekali penolakan presiden, sebaliknya melakukan pat-pat-gulipat dengan jenderal Nasution (Ketua MPRS-Orba) sehingga Supersemar oleh MPRS berhasil “disahkan” menjadi Ketetapan MPRS No. IX/1966. Dengan demikian Bung Karno tidak bisa lagi mencabut kembali surat perintah tersebut. Tahap selanjutnya adalah pencabutan fungsi Soekarno sebagai presiden dengan TAP MPRS No.XXXIII/1967 setelah pertanggung jawabannya ditolak oleh MPRS.
Demikianlah secara singkat kilas balik jalannya kudeta merayap Suharto dan naiknya ke tahta kekuasaan diktator militer fasis Suharto di Indonesia selama 32 tahun, sebagai usaha melawan lupa dalam rangka memperingati hari wafatnya Bung Karno. Di dalam tulisan ini sengaja tidak diadakan analisis yuridis dan politis secara rinci, sebab sudah banyak ditulis di media massa.

Kedua – Penahanan tak-manusiawi terhadap Bung Karno sehingga wafat.
Sebagai prakata topik kedua ini, persilahkan kami memberi penjelasan tentang Bulan Soekarno.
Benarlah dikatakan bahwa bulan Juni adalah “Bulan Soekarno”, sebab di bulan Juni Bung Karno dilahirka (6-6-1901), Pancasila dilahirkan oleh Bung Karno melalui pidatonya di Sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) tanggal 01-06-1945, dan Bung Karno wafat pada tanggal 21-06-1970 sebagai korban kudeta dan penapolan oleh jen. Suharto .
Sudah menjadi tradisi rakyat Indonesia setiap tanggal 06 Juni memperingati hari ulang tahun kelahiran Bung Karno. Sebab rakyat Indonesia merasa berhutang budi dan perlu melakukan penghormatan atas lahirnya bapak Bangsa Indoneia yang seluruh hidupnya dipersembahkan untuk perjuangan terbentuknya negara Indonesia Merdeka bebas dari nekolim (neokolonialisme, kolinialisalime, imperialisme) baik di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan.
Sudah menjadi tradisi pula bagi bangsa dan negara Indonesia setiap tanggal 01 Juni memperingati hari lahirnya Pancasila, yang diciptakan oleh Bung Karno dari hasil galian-galian yang terkandung dalam bumi peradaban Indonesia dan yang kemudian Pancasila tersebut menjadi Dasar Negara, filsafat negara Indonesia
Tetapi tanggal 21 Juni 1970, hari wafatnya Bung Karno tidak banyak orang mengetahui, apalagi kaitan latar belakang politiknya. Sejatinya dalam tanggal tersebut tersembunyi kisah sejarah yang tidak kalah tinggi nilai hikmahnya dari hari-hari peringatan Bung Karno tersebut di atas apabila kita merenungkannya. Ketika Rapat Paripurna DPR tanggal 21 Juni 2011 akan dibuka seorang anggota DPR dari PDIP Hendrawan Supraktikno melakukan interupsi, yang mengusulkan untuk mengheningkan cipta sejenak bagi Bung Karno. Inilah untuk pertama kalinya di DPR dilakukan pengheningan cipta untuk mengenang wafatnya Bung Karno. Tentu hal tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada interupsi. Salut untuk Sdr. Hendrawan Supratikno.

Seperti kita ketahui Bung Karno setelah dikudeta oleh Suharto, kemudian dijadikan tahanan politik (tapol). Ternyata tindak kekejaman orde baru tidak hanya berwujud pembantaian jutaan warga dan penahanan ribuan warga tak berdosa, tapi juga berwujud penapolan tak manusiawi terhadap Bung Karno yang sedang mengidap sakit ginjal parah – tanpa diberi perawatan semestinya. Bahkan Bung Karno tidak dapat dikunjungi secara normal oleh keluarganya. Kalau dibandingkan dengan perawatan terhadap Suharto ketika sakit, tampak seperti langit dengan bumi. Bagi Suharto dilakukan perawatan di rumah sakit mewah yang memiliki peralatan modern dan obat-obatan serba ada.Tapi bagi Bung Karno sebagai tahanan politik mendapat perlakuan yang sangat tidak manusiawi, serba ketat dibatasi. Bahkan permintaan Bung Karno agar didatangkan tukang pijat saja ditolak, demikian Bung Hatta dengan sedih mengenangnya. Begitu tidak manusiawinya Suharto terhadap tapol Soekarno ketika dia ditanya Bung Karno: “Saya mau kau apakan”, dijawabnya dengan sinis oleh Suharto: “Mikul dhuwur, mendhem jero” (memikul tinggi-tinggi, mengebumikan dalam-dalam – PS: dalam kaitannya dengan meninggalnya orang tua). Kalimat bersayap tersebut seharusnya mengandung makna yang luhur, suatu simbolis bahwa seorang anak berkewajiban memuliakan orang tuanya. Tetapi ketika diucapkan oleh Suharto terhadap Bung Karno yang sedang sakit parah dalam isolasi tahanan, kalimat tersebut bermakna ejekan rendah, yang menghendaki agar Bung Karno segera menemui ajalnya. Tidak salah kalau masyarakat berpendapat, bahwa memang ada rekayasa untuk menghabisi hayat Bung Karno agar kekuasaan Orba, hasil kudeta-merayapnya berjalan mulus tanpa hambatan apa pun. Inilah kejahatan kemanusiaan oleh penguasa negara rejim orde baru Suharto terhadap Bung Karno! Inilah pelanggaran HAM berat Suharto dan rejimnya terhadap Bung Karno!
Singkat kata, dua fragmen sejarah politik tersebut di atas telah terbukti mengakibatkan Indonesia dicengkeram kaum nekolim-neoliberalisme dan Indonesia hancur terpuruk di segala bidang kehidupan.

Belum lama ini (1 Juni 2011) di Gedung DPR/MPR diadakan “Peringatan Hari Pidato Bung Karno I Juni 1945” di mana Habibie (Presiden ke 3), Megawati Soekarnoputri (Presiden ke 4) dan Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden ke 5) telah mengucapkan pidato kebangsaan. Mereka semuanya memberikan uraian mengenai jasa-jasa Bung Karno bagi bangsa dan negara Indonesia. Tapi tidak disinggung dua fakta sejarah hitam tentang kudeta Suharto dan perlakuan kejam tak manusiawi rejim orde baru terhadap Bung Karno sebagai founding father dan presiden syah RI. Mengapa dalam peringatan 1 Juni hal tersebut tidak disinggung, pada hal langsung/tak langsung bertentangan dengan Pancasila? Demi kejujuran terhadap rakyat seharusnya hal tersebut diungkap. Dan demi kebenaran dan keadilan seharusnya ditunjukkan apa yang akan dilakukan negara terhadap Soekarno (alm.) sebagai korban kejahatan politik dan sebagai korban kejahatan kemanusiaan/HAM.

Apa yang dilakukan rejim Suharto terhadap Bung Karno tersebut adalah atas nama negara, yang karenanya menjadi tanggung jawab negara pula. Kita semua maklum bahwa tidak ada Negara Suharto, Negara Habibie, Negara Megawati, dan Negara SBY. Hanya ada satu Negara Indonesia – Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi karena rejim Suharto dan Suharto sendiri sudah tidak ada, maka tanggung jawabnya menjadi tanggungan pemerintah /penyelenggara negara yang ada sekarang ini. Berhubung dengan itu Pemerintah dan MPR harus secara resmi mengakui kesalahan tindakan politik rejim Suharto terhadap Soekarno, baik sebagai presiden maupun sebagai tapol. Setelah itu melakukan langkah-langkah moral dan politik demi kebenaran dan keadilan bagi Bung Karno dan demi pelurusan sejarah. Sedang dari para pendukung Suharto dalam penggulingan Presiden Soekarno rakyat menunggu keterbukaan hati nurani mereka, ataukah akan tetap membisu tentang kebenaran dan keadilan?

Nederland, 21 Juni 2011

*) Sekretaris Korwil PDI Perjuangan Nederland
Ketua Umum Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65), Nederland 

Tuesday 14 June 2011

LPK65 DUKUNG AKSI PERINGATAN HARI SOLIDARITAS INTERNASIONAL UNTUK MENDUKUNG KORBAN TINDAK PENYIKSAAN

LPK65 DUKUNG AKSI PERINGATAN HARI SOLIDARITAS INTERNASIONAL 
UNTUK MENDUKUNG KORBAN TINDAK PENYIKSAAN


LEMBAGA PEMBELA KORBAN 1965 (LPK65) MENYATAKAN:Mendukung sepenuhnya aksi "Peringatan Hari Solidaritas Internasional Untuk Mendukung Korban Tindak Penyiksaan", yang diselenggarakan oleh   JAPI ( Jaringan Anti Penyiksaan Indonesia) pada tanggal 26 Juni dan 30 Juni 2011 di Jakarta.
Aksi tersebut di atas, juga aksi-aksi lain semacamnya (misalnya aksi kamisan, unjuk rasa, resolusi, pernyataan) dengan tujuan untuk mengingatkan para penyelenggara negara yang tindakannya bertentangan dengan hukum, HAM dan keadilan, adalah mutlak perlu, terutama bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, yang sampai sekarang kasusnya belum diselesaikan secara serius. Penyelenggara negara harus ingat dan sadar bahwa mempunyai kewajiban menegakkan hukum, HAM dan keadilan di dalam Negara Republik Indonesia. 
Marilah kita dukung aksi solidaritas tersebut di atas!!!

Nederland, 14 Juni 2011
Atas nama Lembaga Pembela Korban 1965 (LPK65),
MD Kartaprawira (Ketua Umum)

----------------------------------------------------------

--- On Mon, 6/13/11, yayasan penelitian <ypkp_1965@yahoo.com> wrote:

From: yayasan penelitian <ypkp_1965@yahoo.com>
Subject: Memorialisasi ke Kamp Penyiksaan RTM Guntur dan Komnas HAM
To: "lbgpk 65" <lbgpk_enamlima@yahoo.com>, 
Date: Monday, June 13, 2011, 5:23 PM

 
Memperingati Hari Solidaritas  Internasional 
untuk Mendukung Korban Tindak Penyiksaan   


Dalam rangka memperingati  Hari Solidaritas Internasional untuk  mendukung Korban Tindak Penyiksaan yang di Indonesia dikenal sebagai Hari Anti Penyiksaan, sebagaimana yang dilakukan setiap tahun di Indonesia, maka pada tahun ini akan digelar serangkaian acara untuk mengenang dan memberi dukungan  kepada Korban Tindak penyiksaan  yang sampai saat ini masih terjadi di Indonesia. Rangkaian acara akan dimulai  pada 26 Juni 2011 yaitu dengan menggelar Aksi dan Orasi serta Pentas Theatrikal  di Bundaran Hotel Indonesia  dan dilanjutkan dengan pawai Sepeda dengan membawa poster dan tulisan Stop Penyiksaan. 

Kemudian, pada 30 Juni 2011 
akan dilanjutkan dengan mengadakan Memorialisasi  ke Kamp-Kamp Penyiksaan Tahanan semasa Rejim Orde Baru Militeristik Suharto. Puluhan tempat penahanan dan penyiksaan semasa rejim Orde Baru Suharto berkuasa menjadi saksi dan fakta sejarah kelam. 

 Untuk memorialisasi kali ini akan difokuskan di  Kota Jakarta. Lokasi penahan yang
tercatat ialah : Kamp Penahanan/ Interogasi Operasi Kalong di Jalan Gunung
Sahari, Tempat Penahanan Kapal Selam Jalan Dokter Sutomo, Penjara RTC (Rumah
Tahanan Chusus) Salemba, Penjara Cipinang, Kodim Jatinegara, RTM (Rumah Tahanan
Militer) Guntur, Gedung Badan Pemeriksa Indonesia (yang sekarang berubah
menjadi Gedung Komnas HAM), Kantor Penyelidikan Kodam V Jaya (yang sekarang
berubah menjadi Gedung Kantor Kementerian Agama RI ), Penjara Tangerang,
Penjara Bukit Duri (kini berubah menjadi pertokoan), dan banyak tempat-tempat/
instalasi militer  lain yang masih dirahasiakan. 

Memorialisasi  kali ini   diselenggarakan di depan Gedung RTM Guntur dan dilanjutkan ke
Komnas HAM dan selanjutnya ke Istana Merdeka  bergabung dengan massa  Aksi Kamisan. 

Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: 

Pukul  13.30   berkumpul di  KONTRAS 

Pukul   13.45.00 – 14.30  Renungan di depan RTM Guntur , Orasi, membaca doa, tabur bunga. 

Pukul  14.45 – 15.30   Renungan di depan Kantor Komnas HAM, Orasi, baca doa, tabur bunga  dan Konferensi Pers. 

Pukul  16.00 – 17.00   Bergabung dengan massa Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka RI Jalan Medan Merdeka  Utara, Jakarta : Orasi, Refleksi dan Solidaritas kepada Korban pelanggaran HAM/ Korban Tindak
penyiksaan. 

Peserta Aksi  : Korban Pelanggaran HAM : Tragedi Kemanusiaan 1965/66, Kasus Tanjung Priuk, Talang Sari Lampung, Korban Kerusuhan Mei 1998, Penculikan Aktivis Mahasiswa, Korban Penembakan di Trisakti,
Paguyuban Ibu-Ibu Klender, Korban Peristiwa Semanggi I/II, Korban Mal Praktek, Korban Penggusuran, Rakyat Miskin Kota, Mahasiswa UBK, London School, Buruh Migran, Korban Penggusuran Tanah  Rumpin Bogor, dan Organisasi Kemasyarakatan yang peduli terhadap perjuangan HAM  dan Demokrasi. 

Perkiraan jumlah peserta 100– 200  orang. 

Acara  ini dirancang dan diselenggarakan oleh JAPI (
Jaringan Anti Penyiksaan Indonesia) yang beranggotakan Organisasi
Kemasyarakatan yang peduli terhadap perjuangan HAM  dan Demokrasi, isu Keadilan dan Kebenaran,
Anti Diskriminasi, Pluralisme, Kesetaraan Gender, Perjuangan Buruh, Perjuangan
kaum Tani, Mahasiswa, Pemuda, Wartawan, Perempuan  dan para individu. 

JAPI: Kontras, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, PBHI Jakarta, YPKP 65, JSKK, IKOHI, Elsam, LGBT, AJI, LBH Pers, Arus Pelangi, PBI, Imparsial, Korban Talangsari, Tanjung Priuk, Paguyuban Ibu-ibu Klender, Hamurabi, Sahabat Munir, Mahasiswa UBK, GMNI UKI, Stigma, ICMC, LBH Apik, YLBHI, Kohati, 

Masih terbuka kepada
Organisasi Kemasyarakatan yang ingin gabung. Hayo, galang solidaritas. Pertisipasi
Kawan-Kawan akan memperkuat  perjuangan penegakan
Kemanusiaan, Kebenaran dan Keadilan. 

Orde Baru telah meninggalkan kerusakan berupa  kehancuran total bangsa, krisis multi dimensional,  kebohongan sejarah dan  pelanggaran HAM berat  sejak Tragedi Kemanusiaan 1965/66, sampai
Kasus terbunuhnya Cak Munir serta aneka pelanggaran Ekosob  yang sampai hari ini belum terselesaikan. 

Memorialisasi ke Kamp Konsentrasi Penyiksaan di RTM Guntur serta Gedung Pemeriksaan Indonesia (Komnas HAM)  adalah sebagai upaya untuk mengingatkan  kepada  Negara/Pemerintah bahwa telah terjadi penyiksaan di luar batas perikemanusiaan kepada  para Tahanan Politik Tragedi Kemanusiaan 1965/66  dan genocida  atas  500.000 – 2 juta  jiwa serta penahanan  ratusan ribu orang di Pulau Buru dan Nusa Kambangan tanpa proses hukum. Negara tidak boleh mengabaikan, karena pengabaian adalah juga kejahatan kemanusiaan. 

Salam Solidaritas, 

Bedjo Untung 

Seksi Memorialisasi 

Ketua YPKP 65 

YAYASAN PENELITIAN KORBAN
PEMBUNUHAN 1965/1966 

Indonesian Institute for
The Study of 1965/1966 Massacre 

 SK Menkumham
No.C-125.HT.01.02.TH 2007 Tanggal 19 Januari 2007 

Jalan M.H.Thamrin Gang
Mulia no. 21 Kp. Warung Mangga, Panunggangan    

Kecamatan Pinang, Tangerang
15143 Banten,  Indonesia 
Phone : (+62  -21) 53121770, Fax 021-53121770 E-mail ypkp_1965@yahoo.com